Riwayat Sejarah Kisah
Nabi Harun AS
Begitu juga Al-Qur'an al-Karim
tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa saat ia bekerja: apakah
sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri
meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang
paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu
Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi
kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas
pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala kambing. Kami kira bahwa
sepuluh tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu
ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek
beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan
demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah
Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahwa Musa berada
di atas agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan
agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh
dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling
penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap
malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan
tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia
membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan
bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur.
Musa memperhatikan alam vang luas dan ia tampak tercengang dan kagum dengan
ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran
dan perenungan-perenungan tersebut jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam
dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana
Fir'aun. Ini berarti bahwa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan
yang luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fisiknya; orang Mesir dengan
segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau
Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu
wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah
SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh karena itu, sebelum
datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan
persiapan fisik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di istana yang
paling besar vang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang
paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di mana hanya
sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan
fisik yang sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang
seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di
mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat pengembalaan yang beliau
belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang
asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan
kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah SWT mempersiapkan hal
tersebut kepada nabi-Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang
besar dari Allah SWT. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang
ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan
berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa
mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir
sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa
dapat menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,
meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyadari
hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan
kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya
sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali
ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil
keputusan.
Musa berkata kepada istrinya:
"Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Istrinya berkata dalam
dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya tetapi
ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa tetap taat kepada
Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahasia tentang keputusannya yang
cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri,
lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan
saudaranya? Apakah beliau berpikir untuk mengunjungi istri Fir'aun yang telah
mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri?
Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam diri Musa saat
beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahwa
Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak
melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya
dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal,
dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat
keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di
tengah-tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu
kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar
mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak
mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan
bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian
Nabi Musa mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan.
Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya:
"Aku melihat api di sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka
untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana
beliau mendapatkan suatu berita atau akan menemukan seseorang yang dapat
memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang
diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu pun.
Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu kedatangan Musa. Musa
bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan
tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak
basah kuyup karena hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini.
Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada
hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya
sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di
(tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada
di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci
Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan
badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan datang dari segala tempat
dan ddak berasal dari tempat tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali
merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali
pohon itu terbakar dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin
hijau. Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil
meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri
adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua matanya
karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai
usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut,
lalu Allah SWT memanggil:
"Wahai Musa." (QS.
Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan
berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah
Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan
berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah SWT berkata: "Maka
lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci yang
bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk sementara tubuhnya tampak gemetar
dan beliau mulai melepas sandalnya Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci, Thuwa'. " (QS.
Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua
sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang.
Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang diusahahan. Maka sehali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh
orangyang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya,
yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gemetar saat beliau
menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah SWT. Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di
tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah keheranan Nabi Musa.
Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui
daripada Musa tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana
ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang
tampak mengigigil:
"Ini adalah tongkatku, aku
bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai
Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari
tangannya dan rasa herannya semakin menjadijadi. Tiba-tiba Musa dikagetkan
ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan
cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya
bergetar karena rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai
lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu
takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku.
" (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah
kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan
berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap bergerak. Allah SWT
berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah
takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha:
21)
Musa mengulurkan tangannya ke
ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat menyentuhnya sehingga ular
itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah SWT terjadi dengan cepat.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke
leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan
dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash:
32)
Musa meletakkan tangannya di
kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan
bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di
dadanya sebagaimana diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya
benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya—setelah beliau melihat kedua
mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat—untuk pergi menemui
Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan
Allah SWT memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir.
Musa menampakkan rasa takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah
membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka akan membunuhnya
dan membalasnya. Musa meminta kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar
mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah SWT menenangkan Musa dengan
mengatakan bahwa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan
menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan
kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu
mengganggu atau menyakiti mereka. Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang
akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya
dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di
jalan-Nya.
Allah SWT berfirman:
"Apakah telah sampai
kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada
keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api,
mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan mendapat
petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia
dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua
terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah
memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari
kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri
itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang
mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. Apakah itu yang ada di
tangan kananmu, hai Musaf'Ini adalah tongkatku, aku bertelehan padanya, dan aku
pukul (daun) dengannya untuk kambinghu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah
tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami
perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.
Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah melam-paui batas. Berkata Musa:
'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahhu, supaya mereka mengerti perkataanku, dan
jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku,
teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku,
supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya
telah diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah memberi
nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada
ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti,
kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke
tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh
di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudammu yang perempuan berjalan, lalu
ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang
yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu
Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa
cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian
kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu
untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang
kita akan katakan dan apa yang kita komentari berkaitan dengan firman Allah SWT
kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku." Allah SWT telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak
kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya
selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah SWT
memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi
Musa beserta kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang
mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat beliau
mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan
dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya datanglah
hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat kebenaran dan pergi
untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling bengis dan paling
kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui bahwa Fir'aun adalah
orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan
Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk pergi ke
Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah SWT
mewahyukan kepada Musa bahwa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak
peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang
sedang disiksa oleh Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan
Harun:
"Maka datanglah kamu berdua
kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kdmi berdua adalah utusan
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa
mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang ditentukan,
yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir'aun menyiksa
Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja
di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka
dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir
berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar
kemampuan mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap
memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun
tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan
tentang kewajiban mengesakan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha
mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui pembicaraan tersebut.
Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan.
Fir'aun membayangkan bahwa seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang
nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun
bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka
adalah budak-budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah
SWT, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya:
"Bukankkah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa menjawab:
"Benar." Fir'aun berkata: "Bukankkah engkau yang kami temukan di
sungai Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan?
Bukankkah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan
kami dan meminum air kami, dan engkau menikmati kebaikan-kebaikan dari kami?
Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah
engkau ingat semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahwa pembunuhan merupakan
suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang
pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah
seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang
kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai
Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa mengerti bahwa Fir'aun
mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya
bahwa ia telah mendidiknya dan berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahwa
Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahwa ia
bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau
melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari
Mesir karena khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang dilakukan olehnya
bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa
telah memberitahu Fir'aun bahwa Allah SWT telah memberinya hikmah dan
menjadikannya salah seorang Rasul. Allah SWT menceritakan sebagian dialog
antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara' sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu,
(yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya)
sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun.
Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah
berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah
kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya
Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu
berdua kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan
semesta alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih
kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu
telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk
golongan orang-orang yang tidak membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya,
sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari
meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian Tuhanku memberikan
kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.
" (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi
Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah berbuat baik kepada Musa. Musa
bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan
kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS.
asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata kepadanya,
apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau berikan kepadaku lalu engkau
merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah seorang lelaki dari
kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan cara-caramu
memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak mereka; engkau
memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian
maka logika mengatakan bahwa kita seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang
meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bagian yang lebih
besar?
Alhasil masalahnya adalah dakwah
di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku tidak membawa kepadamu dari
diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan
dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah
utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai
memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam
itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan
bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu
sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada
orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS.
asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak
mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan
nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada mereka
yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya Rasulmu yang
diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang gila." Musa kembali berkata
dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur
dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal. " (QS. asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT menceritakan sebagian
dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah
Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa
yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah
kamu tidak mendengarkan?' Musa berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek
moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata: 'Tukanyang menguasai
timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan dalam
surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa.
Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua
kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utnsan
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu
(ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun:
'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah
(Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk hejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah
headaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan
tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahwa Fir'aun
tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan
Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk
mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata-mata
hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawaban yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah sang Pencipta.
Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya sesuai
dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk tersebut dapat menjalani kehidupan
dengan baik. Allah SWT-lah yang megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah yang
menguasai segala sesuatu; Allah SWT-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah
SWT-lah yang menyaksikan segala sesuatu." Al-Qur'an al-Karim mengungkapkan
semua itu dalam ungkapan yang sederhana namun padat artinya, yaitu dalam
firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya,
"lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di abad-abad pertama di
mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih ingkar dan
mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "Bahwa masa-masa yang
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah SWT adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah
SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT
menghitung apa yang mereka keijakan di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah
lupa." Jawaban Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang
orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah SWT mengetahui segala
sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah SWT tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan
menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan bagimu
di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami
tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan. Makanlah
dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang dernikian itu,
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi
(tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu
dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kaliyang lain. " (QS. Thaha:
53-55)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar